Makanan yang tidak terjamin keamanannya beredar di sekitar sekolah. Makanan itu tidak beregistrasi dinas kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan, tidak ada tanggal produksi, daftar bahan, dan tanggal kedaluwarsa.
Hadi, misalnya, Selasa (1/6/2010), menjual sekitar 10 bungkus berbagai nugget, sosis, dan bakso ikan di beberapa SD negeri di kawasan Palmerah, Jakarta. Anak memilih jenis makanan dan digoreng saat itu juga.
Produk bakso ikan yang dijual tidak ada tanda registrasi BPOM, dinas kesehatan, daftar bahan, tanggal produksi, dan tanggal kedaluwarsa.
Dudung, pedagang lain, menjual gorengan bakso dari tepung sagu buatan sendiri. Ia menyajikan makanan itu dengan taburan penyedap rasa dan bubuk cabai.
Makanan-makanan itu dijual Rp 500-Rp 1.000. Hadi dan Dudung memilih sekolah yang anak bebas keluar masuk kawasan sekolah. “Kalau sekolah melarang anak keluar gerbang dan dijaga satpam, biasanya tidak laku,” ujar Dudung.
Hasil pencuplikan BPOM pada Januari sampai April 2010 di 128 sekolah dasar di Jakarta menunjukkan sekitar 21 persen mengandung bahan berbahaya (Kompas, 31 Mei 2010).
Wakil Ketua Komisi IX DPR sekaligus Ketua III (bidang penyuluhan dan pendidikan) Yayasan Kanker Indonesia, dr Sumarjati Arjoso, SKM, mengatakan, keluarga, sekolah, pemerintah, dan unsur masyarakat lainnya harus terlibat mengatasi persoalan itu. Edukasi kepada murid, guru, dan penyelenggara sekolah perlu digiatkan.
Makanan yang tidak terjamin keamanannya rawan mengandung bahan berbahaya. Zat tidak sesuai ketentuan kesehatan, seperti pewarna tekstil, formalin, dan boraks, dapat merusak hati dan ginjal. Minyak goreng bekas juga berkolesterol tinggi dan memicu obesitas. Dalam jangka pendek, makanan yang tidak bersih mengakibatkan cacingan dan tifus. (kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar